Sunday, December 8, 2013

0

Review film The Hunger Games: Catching Fire (2013) dari sudut pandang pembaca

Sebelum masuk ke review, I'd like to apologize kalo post ini akhirnya malah nggak terlihat seperti review. Lebih seperti rant, curahan hati (?) dari sudut pandang seseorang yang sudah membaca novel seri/trilogi The Hunger Games karya Suzanne Collins. Selain itu, sebenernya ini post yang telat karena aku udah menonton Catching Fire pada hari pertama film ini tayang di Indonesia (DUH).

Now, if you excuse me, I'd like to put some gifs untuk menggambarkan perasaanku sehabis menonton film sekuel dari The Hunger Games (2012) ini:




SIRIUSLY.

Awalnya, pergantian director dari Gary Ross ke Francis Lawrence membuatku cemas bahwa film Catching Fire nggak bakal memenuhi ekspektasiku. You know, karena Catching Fire adalah buku favoritku dari ketiga buku yang ada. Aku ingat betapa cemasnya aku saat aku melihat riwayat film-film yang pernah ditangani Francis karena review-reviewnya yang biasa hingga bener-bener jelek. I was like,"Oh my God... ada nggak ya keajaiban yang bisa membuat Gary Ross bisa kembali untuk jadi director film Catching Fire?" Dan ya, bukan cuma aku aja yang berpikir begitu di fandom Hunger Games yang biasa disebut sebagai Tributes. Buktinya? Salah satunya adalah video ini, video yang sanggup membuatku tertawa terbahak-bahak. Tapi ya, kalau aku belum menonton film Catching Fire dan menonton video itu... ga kebayang lagi deh. Kurasa aku bakal frustasi and stuff (I know I am exaggerating BUT COME ON).

Tadinya aku nggak sadar kalau Francis Lawrence dan kru mengambil banyak dialog-dialog yang bener-bener plek asli sama diambil dari novel nya. Ini karena aku udah bertekad untuk nggak membaca ulang novel Catching Fire sama sekali sebelum menonton filmnya. Tindakan yang tepat, karena aku nggak harus langsung merasa kecewa saat itu juga ketika menonton filmnya kalo ada adegan yang diganti/potong.

Siriusly, though. Aku memang dulu termasuk salah satu fans yang langsung protes tanpa memikirkan alasan kenapa suatu adegan atau karakter dipotong/ganti. Sekarang udah nggak lagi, mengingat aku sudah menyadari kalau banyak yang perlu dipertimbangkan: budget, durasi, casting, bahkan sampai mengenai pemahaman/selera orang-orang yang belum atau bahkan nggak mau membaca buku nya. I mean, aku nggak bakalan menolak sama sekali kalau Francis memasukkan adegan Katniss yang nyaris ditangkap oleh Peacekeepers/Penjaga Perdamaian, Katniss-Darius, atau adegan saat Peeta menggambarkan sketsa tanaman obat untuk Katniss. Tapi aku rasanya bisa mendengar keluhan orang-orang yang nggak membaca bukunya/yang nggak tertarik oleh Peeta-Katniss. "Ya ampun... adegan romantis??" "Cinta segitiga? Ini kayak Twilight ya?" "Apaan nih, terlalu bertele-tele. Mana HUNGER GAMES nyaa?!" khusus untuk dua yang terakhir, aku pengen rasanya mencekoki cliffhanger ala Collins ke leher orang-orang yang bilang begitu. :3

Mengenai dialog-dan-adegan-langsung-dari-buku, aku langsung mengenalinya ketika aku membaca ulang novel Catching Fire.

Like,"Astaga, ini kan dipakai di film!" Yep. Ini salah satu hal yang membuat reputasi Francis melejit di kalangan Tributes. Lalu entah karena ini disebabkan oleh the power of the script, Josh and Jennifer's friendship, or Suzanne Collins' writing, aku bisa melihat chemistry di antara Josh Hutcherson dan Jennifer Lawrence. Kuakui bahwa sekalipun aku nge-ship Peeniss (there, I said it! :p), di film The Hunger Games chemistry mereka sama sekali nggak ada. I won't be like some Romione or Harry-Ginny shippers yang menolak mati-matian bahwa chemistry Daniel dan Emma lebih kuat dan Rupert Grint-Emma Watson = 0. Aku bisa mengerti kenapa banyak yang lebih memilih Liam Hemsworth aka Gale Hawthorne untuk dipasangkan dengan Katniss karena selain tampang ya chemistry. Adegan kissing/romance Peeniss di film The Hunger Games pun terasa biasa aja di filmnya, nggak seperti yang di buku. Tapi yang di versi film Catching Fire?



Meski begitu, ini sebenernya keberuntungan yang pas banget dengan plot masing-masing film, baik The Hunger Games maupun Catching Fire. Why? Well, chemistry Josh dan Jen masih kurang di film The Hunger Games... dan sebenernya nggak masalah. Memang hubungan Peeta dan Katniss maknanya 'fake', bukan? Untuk menarik perhatian para sponsor. Yah, menurutku memang nggak masalah kalau chemistry mereka berdua masih kurang. Nah, giliran di film Catching Fire... well, sudah bisa ditebak, kan? Persahabatan Josh dan Jen in real life yang semakin dekat jelas membantu menunjukkan hubungan Peeta dan Katniss yang memang semakin dekat. What is this sorcery?!

Mengenai casting, bisa dibilang lagi-lagi banyak yang merasa malu karena perkataan mereka sebelum film Catching Fire tayang. Sama seperti sebelum trailer The Hunger Games muncul/film nya tayang dulu. Berapa banyak orang di fandom THG yang menyesali terpilihnya Jennifer sebagai Katniss, cuma gara-gara rambutnya pirang atau badannya nggak kurus? Sekarang mereka malah ikut mengatakan,"Oh, Jen, you really are Katniss!" Dan itu terulang lagi untuk karakter-karakter seperti Johanna Mason dan Finnick Odair. Terutama Finnick, though. SIRIUSLY. Kalau yang tampangnya kayak Sam Claflin masih dibilang kurang ganteng, aku nggak tau lagi siapa yang cukup ganteng bagi mereka untuk jadi Finnick. Lagipula, daripada mengutamakan tampang, aku sih mending memikirkan kualitas akting nya juga. Buat apa tampang aktor yang terpilih jadi Finnick super-mega-astaga ganteng tapi dia nggak tau Finnick itu karakter yang seperti apa? Buat apa kalo dia nggak bisa menghidupkan karakter Finnick? If you ask me, aku cuma bisa menggelengkan kepala kalo masih ada yang pengen Garrett Hedlund untuk jadi Finnick cuma gara-gara tampang. Dia bahkan udah mengaku terang-terangan kalo dia menolak peran Finnick karena dia belum dan nggak bakalan membaca trilogi Hunger Games karena nggak punya waktu. Siriusly, guys.

By the way, aku bener-bener suka pilihan mereka untuk Johanna Mason, Jena Malone. Aku belum pernah melihat bagaimana Jena saat dia memerankan karakter seperti Johanna. Or acting in any movies for that matter. Tapi saat aku melihat adegan elevator (harus kuakui, aku lebih suka penggambarannya di film karena banyak detail-detail yang kusuka. Like, the classic Jennifer Lawrence that we can see in it :p) dan terutama interview..... yep. She IS Johanna Mason. Aku juga suka penambahan beberapa hal seperti swearing yang membuat mataku terbelalak saat menontonnya, karena sejujurnya memang nggak ada di novel nya. You know? I. LOVE. THAT. Bless you, Francis and the crew.

Belum lagi detail tambahan mengenai PTSD Katniss. Look, I don't really know about it karena aku baru tau bahwa mimpi-mimpi  buruk yang dialami Katniss dan Peeta di novelnya dikategorikan dalam PTSD. Aku baru tau itu ketika aku coba-coba browsing soal novel Mockingjay karena di novel itulah efek PTSD pada semua karakter, terutama Katniss, lebih dieksplor. Aku sendiri kaget saat melihat Jack Quaid aka Marvel muncul di adegan awal film, but I liked it. Tentang PTSD inilah yang membuat sebagian orang di fandom THG merasa bosan atau kecewa saat membaca Mockingjay.

(THIS IS A SLIGHT SPOILER THIS IS A SLIGHT SPOILER) A bit OOT, tapi aku menyinggung sedikit soal ini di post ini. Menurutku, orang-orang yang mengatakan Mockingjay adalah buku yang membosankan karena ekspektasi tinggi mereka terhadap Katniss sama saja posisinya dengan sebagian karakter di Mockingjay. Menaruh harapan tinggi, berharap Katniss bakalan badass, nggak cengeng/menangis, nggak rapuh, kuat, tangguh, dan selalu membuat keputusan yang benar/masuk akal setiap saat. Like, siriusly, guys. Pernah nggak sebentar aja, bayangin posisi kalian sebagai Katniss? Di usia semuda itu, dia sudah mengalami hal-hal yang kacaunya nggak terbayangkan lagi dan banyak korban, dan kalian berharap banyak/tinggi pada Katniss? No offense, but siriusly... hypocrites. Karena aku ragu kalian bisa menjadi awesome all the time kalo kalian ada di posisi Katniss, ditambah lagi terlihat jelas bahwa Collins ingin membuat cerita yang realitis. Kalau Katniss saja nyaris gila di akhir Mockingjay, gimana dengan kalian yang berharap banyak pada Katniss? Pengin karakter favorit kalian jadi Mary Sue/Gary Stu, jadi badass/melakukan yang kalian inginkan, pasti dapat happy ending? Novel-novel tulisan Stephenie Meyer menunggu dengan tangan terbuka. :3

Kembali ke film Catching Fire. Menurutku film The Hunger Games: Catching Fire adalah salah satu film adaptasi novel Young Adult terbaik yang pernah kutonton. Ini film pertama yang membuat bahkan fandom Harry Potter/Potterheads garis keras pun mengakuinya, bahkan iri aku nggak bisa ngebayangin gimana perasaan para Demigods/fandom Percy Jackson, terlalu menyedihkan. Kenapa? Selain adegan-dan-dialog-langsung-dari-buku, Francis berhasil menampilkan inti utama dari Catching Fire meskipun dia sebenernya tetap memotong, mengganti, atau menambahkan adegan-adegan tertentu. Sejauh ini, ini film adaptasi novel YA pertama yang pernah kutonton yang sebenarnya tetap mengganti/memotong adegan dari buku, tapi nggak membuatku kesal atau merasa terganggu sama sekali. Aku bahkan nggak keberatan sama sekali dengan satu adegan kising antara Gale-Katniss yang bahkan nggak ada di buku (what can you do, anyway? Chemistry Jennifer dan Liam memang oke). IT WAS PERFECT.

Mengenai ending film yang gantung? Kenapa? Kesal, marah, frustasi? :3



Itulah akibatnya kalo nggak mau baca bukunya~

I know I shouldn't say that, but still... I just can't help it.

Tapi serius deh ah. Ada aja yang ngasih review jelek cuma karena ending nya? FUDGING REALLY??!! Memang begitu akhir bukunya, masa mau diganti. Malah, menurutku di buku lebih nyesek efeknya karena inti dari cliffhangers tulisan Suzanne Collins adalah ASDFGHJKL WHAT THE HELL OH MY GOD REALLY NO NO NO. Kalian yang nggak baca buku-buku The Hunger Games bisa dibilang beruntung jantung dan emosi nya nggak dipermainkan oleh Collins yang kayaknya udah melebihi Rick Riordan dalam hal kesadisan cliffhanger dan plot twist (?). SIRIUSLY. Aku rasa kira-kira sembilan puluh persen chapter di setiap buku trilogi Hunger Games diakhiri oleh cliffhanger atau plot twist. Sekalipun nggak diakhiri dengan cliffhanger, tetep aja aku speechless atau emosional di chapter-chapter tersebut. Yep. Segitu jahatnya Suzanne Collins. In a good way, of course.

That's all for now (karena aku yakin aku bakal mengedit post ini nantinya xD) Thank you for your attention~ :3

P.S.: untuk orang-orang yang tertawa sat adegan-adegan yang bahkan nggak lucu sama sekali..... come on, just admit it. What the fudge were you on at the moment?

0 comments:

Post a Comment